赛派号

国产手机推荐2025品牌排行榜 Belajar dari Baitul Hikmah, Kebangkitan Islam Berawal dari Budaya Ilmu

pwmu.co -

Wakil Ketua Majelis Tabligh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur, Dr. Sholihul Huda, mengajak umat Islam untuk meneguhkan kembali peranannya dalam membangun peradaban dunia.

Dalam ceramahnya, dia menegaskan bahwa kebangkitan umat hanya bisa diraih dengan berpegang teguh pada Al-Qur’an dan mengambil ibrah dari sejarah kejayaan Islam pada masa lalu.

Menurut Gus Sholik, panggilan karubnya, umat Islam pernah mencapai puncak kejayaan peradaban dunia selama hampir lima abad, mulai abad ke-8 hingga abad ke-12.

Pada masa itu, peradaban-peradaban besar seperti Romawi, Persia, India, hingga Tiongkok turut merasakan pengaruh kuat dari peradaban Islam.

“Itulah yang kita kenal dengan zaman keemasan. Semua bidang, mulai politik, sosial, ekonomi, pendidikan, hingga budaya, berkembang pesat di bawah naungan Islam,” ungkapnya dikutip dari kanal Youtube Baitul Arqom Joss.

Namun, setelah abad ke-12, umat Islam mulai mengalami kemunduran. Dominasi berpindah ke peradaban Barat, dan kini dunia juga menyaksikan kebangkitan peradaban Tiongkok.

Kondisi ini, kata Gus Sholik, menjadi refleksi penting bahwa kebangkitan tidak datang tiba-tiba, melainkan harus melalui proses panjang yang berakar pada iman dan ilmu.

Dia menyoroti firman Allah dalam surat Al-Mujadalah ayat 11 yang menyebutkan bahwa Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan berilmu. Ayat ini, menurutnya, menjadi strategi utama bagi umat Islam untuk kembali berjaya.

“Untuk mendapatkan ilmu itu ada proses. Tidak instan. Sekarang banyak fenomena instan, termasuk kepemimpinan yang diwariskan tanpa proses. Padahal, Islam mengajarkan bahwa derajat seseorang diangkat karena iman dan ilmunya, bukan karena nasab atau harta,” tegasnya.

Gus Sholik  menambahkan, ukuran derajat dalam Islam berbeda dengan ukuran materialistik masyarakat modern. Kekayaan, jabatan, atau keturunan bukanlah standar kemuliaan.

“Derajat seseorang di mata Allah ditentukan oleh keimanannya yang melahirkan akhlak mulia, serta kecintaannya pada ilmu. Kalau kita ingin dihormati, bukan karena mobil mewah atau rumah besar, tetapi karena kesalehan dan keluasan ilmu,” jelasnya.

Sejarah sebagai Cermin

Sholihul Huda mengingatkan, sejarah membuktikan bahwa kecintaan pada ilmu menjadi faktor utama kejayaan umat Islam.

Pada masa Abbasiyah, Khalifah Harun Rasyid mendirikan Baitul Hikmah, perpustakaan besar yang menjadi pusat penerjemahan dan penyebaran ilmu pengetahuan dari berbagai peradaban.

Dari situlah lahir penemuan-penemuan penting dalam sains, filsafat, kedokteran, astronomi, hingga teknologi yang mengubah wajah dunia.

“Kalau kita ingin mengulang kejayaan itu, maka budaya mencintai ilmu harus dihidupkan kembali. Masjid bukan hanya tempat salat, tapi juga pusat ilmu, pusat ekonomi, pusat kebudayaan. Jangan sampai masjid hanya digembok setelah salat. Tambahkan perpustakaan kecil, dorong anak-anak membaca. Dari situlah peradaban tumbuh,” papar dia

Dalam konteks pendidikan modern, Sholihul Huda mengkritisi standar keberhasilan yang hanya menekankan aspek administratif.

“Keberhasilan anak didik diukur dari nilai semata. Bahkan, manipulasi nilai sering terjadi. Padahal, dalam Islam, keberhasilan pendidikan adalah ketika akhlak anak baik. Ilmu tertinggi itu adab, bukan sekadar IPK,” kata wakil direktir Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya) itu.

Dia menyoroti fenomena degradasi akhlak di sekolah, termasuk kasus kekerasan siswa terhadap guru. Hal ini, menurutnya, merupakan buah dari sistem pendidikan yang tidak menekankan nilai spiritual dan akhlak.

“Kalau prosesnya sudah banyak manipulasi, hasilnya pasti kehilangan roh. Pendidikan harus kembali kepada kesucian, kejujuran, dan pembentukan karakter,” tambah Ketua PRM Mesangan Wetan itu.

Selain berbicara soal peradaban besar, Gus Sholik juga menekankan pentingnya ilmu dalam kehidupan keluarga.

Menurutnya, banyak masalah rumah tangga berawal dari cara menyelesaikan persoalan tanpa ilmu.

“Kalau rumah tangga mudah diwarnai emosi, cemburu, dan prasangka, itu tandanya belum diangkat derajatnya oleh Allah. Bekal iman dan ilmu sangat dibutuhkan agar rumah tangga seperti surga, penuh sakinah, mawaddah, dan rahmah,” tuturnya.

Dia juga menekankan teladan orang tua terhadap anak. Jika orang tua cinta ilmu, rajin mengaji, dan menunjukkan kesungguhan, anak akan meniru.

“Kalau ingin anak lebih hebat dari kita, maka kita harus duluan cinta ilmu. Jangan sampai anak berkata ingin seperti gurunya atau kakeknya, karena orang tuanya tidak menjadi teladan,” pesannya.

Gus Sholik mengajak jamaah untuk terus menumbuhkan budaya ilmu melalui majelis taklim yang teratur, baik berbasis Al-Qur’an maupun wawasan keislaman lainnya. Ia juga mendorong kreativitas takmir masjid dalam merancang kegiatan, agar jamaah semakin terbuka wawasannya.

“Percayalah, orang yang beriman dan berilmu pasti Allah angkat derajatnya. Bukan hanya dalam hal materi, tapi juga dalam bentuk keluarga yang salih, anak-anak yang nurut, serta kehidupan yang tenang dan penuh berkah,” tandasnya. (*)

版权声明:本文内容由互联网用户自发贡献,该文观点仅代表作者本人。本站仅提供信息存储空间服务,不拥有所有权,不承担相关法律责任。如发现本站有涉嫌抄袭侵权/违法违规的内容, 请发送邮件至lsinopec@gmail.com举报,一经查实,本站将立刻删除。

上一篇 没有了

下一篇没有了